Di persimpangan sejarah yang amat gawat, simpulan perikemanusiaan diurai di atas sebuah bukit yang gersang…Gua Hira’.
Di situlah ALLAH membuka pintu Rahmat-Nya lalu melimpahkannya ke atas dunia ini. Rahmat yang menjelma dalam bentuk kerasulan seorang Nabi dan anak kunci yang hilang berkurun lamanya, telah pun diserahkan kepada Muhammad Bin Abdullah.
Itulah anak kunci Iman, Iman kepada ALLAH, kepada RasulNya dan kepada Hari Akhirat. Dengan anak kunci itu, Rasulullah membuka kesemua kunci, satu demi satu, lalu berkecailah segala pintunya.
Di bawah suluhan cahaya Gua Hira memancarkan kegemilangan Tauhid tatkala tersingkap hijab yang bersimpang-siur hingga jelas terlihat betapa dangkalnya kesyirikan, keberhalaan dan kekhurafatan. Semuanya terpancar indah dalam syahadah!
Saudara… ini bukan biografi Rasulullah. Kerana ‘Manusia Agung’ itu terlalu besar untuk membingkainya dalam sekat biografi yang sempit. Sungguh! Kita takkan mampu mempotretkan kejayaan sebuah kesempurnaan sejati yang ditorehkan “Penyelamat Umat Manusia’ ini, yang terlalu memukau untuk dilukiskan meskipun dalam goresan tinta emas sekalipun.
Sungguh, hati dipatri cinta Nabi
Dialah pangkal mulia
sumber bangga kita di dunia
Dia tidur di atas tikar kasar
sedang umatnya menggoncang tahta Kisra
Inilah pemimpin bermalam-malam terjaga sedang umatnya di ranjang beradu lena
Di gua Hira ia bermalam
sehingga tegak bangsa, hukum dan negara
Kala solat, pelupuknya tergenang air mata
Di medan perang, pedangnya bersimbah darah
Dibukanya pintu dunia dengan kunci agama
Duhai, tiada pernahkan lagi ada
Yang melahirkan putra semacam dia?
Kepadamu Rasul, izinkan aku menyatakan dari galaunya hati dan compang-campingnya keimanan serta rendahnya darjat kecintaanku pada-Nya
Ya Rasulullah, sebagaimana kudengar dari para penutur kisah tentang sejarah kehidupanmu, satu yang selalu membuatku rindu dan tetap mencuba dengan mencintaimu, mengikutimu, menuruti ajaranmu, engkau mencintai LAPAR.
Rasulullah, begitupun kudengar , kuasamu yang menyatukan jazirah Arab tak menjadikanmu memilih singgasana bertahta emas dan permata atau istana megah nan mulia berdiri kukuh Satu yang selalu membuatku menangis pilu, engkau memilih KEMISKINAN sebagai jubah kebesaranmu.
Rasulullah, izinkan aku menemukan cintaku padamu dalam LAPAR dan KEMISIKINAN, agar ia tak menjadi bencana berujung kematian, agar ia menjadi jalan terang diriku menemukan-Nya.
Dia junjungan mulia Rahmat semesta alam
Berselawatlah kerna ia bukti cinta
Berselawatlah nescaya tidak ada yang kecewa
Berselawatlah kerna dengannya pasti bahagia
Berselawatlah moga dengannya Baginda tidak lupakan kita
moga dengannya beroleh Syafa'at 'Uzma
moga dengannya akan damai di sana
moga dengannya kita ummat bahagia
Wahai Rasulku, tolonglah jangan lupakan aku, berilah syafaatmu kepadaku...
Insya Allah, akan ku lakukan...
(Mafhum hadith Tirmizi)
Tapi ya Rasul,
bagaimana aku dapat bertemu denganmu di saat hiruk pikuk begitu?
Carilah aku, kerna aku hanya berada di tiga tempat, tidak selainnya.
Itulah: "Sirat (titian), Mizan (timbangan), telagaku (haud)"
~(mafhum hadith Tirmizi)~
Saat semua manusia berkata nafsi-nafsi
Baginda tetap melantunkan ummati-ummati
"Pergilah kepada Nabi Nuh", kata Adam
"Pergilah kepada Nabi Ibrahim", kata Nuh
"Pergilah kepada Nabi Musa", kata Ibrahim
"Pergilah kepada Nabi Isa", kata Musa
"Pergilah kepada Nabi Muhammad", kata Isa
Seraya mendengar pengaduan ummat
lantas Baginda menuju arasy tersungkur sujud di hadapan Allah...
lama amat tangis penuh harap
sarat beban kesulitan ummat
seketika disingkap hijab-hijab ditajalli
sifat-sifat al-Rahman mengkagumkan
Wahai Muhammad,
angkatlah kepalamu yang mulia itu
pintalah apa sahaja, pasti Ku beri
pohonlah apa jua, akan Aku penuhi
"Ummatku Ya Allah, Ummatku Ya Allah"
(mafhum hadith Syufa'ah, Bukhari dan Muslim)
Berselawatlah kerna dalamnya terkandung cinta
Cintakan Allah dan RasulNya.