Kita biasanya tidak terkendali pada saat kaya, sombong pada saat berkecukupan, senang pada saat kaya, lalai untuk mensyukuri nikmat, putus asa kala dirundung kesulitan, marah pada saat dililiti pemasalahan, dan tidak rela dengan ketentuan ALLAH.
Kita benci kefaqiran dan tidak menyukai kemiskinan. Kita menghimpunkan harta lantaran takut miskin. Walhal itu merupakan salah satu dari sikap buruk sangka pada kemurahan ALLAH dan terlalu nipisnya keyakinan akan jaminan ALLAH. Itu saja sudah cukup menjadi bukti dosa.
Kita sering dalam kelalaian. Kita terhalang memperoleh kenikmatan akhirat lantaran memburu kenikmatan dunia yang fana ini. Kita mungkin saja menampuk kenikmatan dunia untuk memperkayakan diri, menyombongkan diri dan menampakkan kekayaan dunia. Padahal kita menyedari bahawa sifat yang sedemikian akan membawa kita bertemu dengan ALLAH dalam kemurkaan-Nya.
Kita juga lebih menyukai tinggal di dunia ini berbanding untuk berdampingan dengan ALLAH Azza wa Jalla dan kita juga bagai tidak suka untuk bertemu dengan-Nya. ALLAH pun pasti tidak menyukai bertemu dengan kita pada saat kita masih dalam kelalaian.
Kita selalu bersedih kerana tidak memiliki harta yang banyak. Sementara kita tidak merasa sedang dekat dengan seksa ALLAH kerana rasa begitu Kita sebenarnya alpa dengan sabda Rasulullah,
”Orang yang bersedih lantaran dunia yang tidak dimilikinya, maka ia dekat dengan neraka hanya berjarak perjalanan satu tahun”.[1]
”Orang yang menyintai dunia dan membuatkannya rasa senang, maka rasa takut akan kegentingan di akhirat akan hilang dari hatinya”.[2]
Anehnya, kita lebih tertarik untuk meraih kekayaan dunia sebanyaknya, sedangkan rasa takut pada ALLAH telah dicabut dari hati kita. Tidakkah disedari?
Mungkin saja perhatian kita pada urusan dunia lebih banyak perhatian kita pada urusan akhirat. Kita juga akan merasa mendapat musibah pada saat perolehan dunia kita menurun. Rasa takut hilangnya harta lebih besar daripada rasa takut akan dosa-dosa kita. Giatnya kita mengumpulkan ’kotoran-kotoran’ itu sekadar untuk menunjuk-nunjuk dan menerbitkan rasa kesombongan. Mungkin kita mengharapkan orang lain menyukai agar kita dimuliakan dan dihormati; sedangkan di waktu yang sama kita sudah membuat ALLAH murka.
Malang benar kita ini! Kehinaan kita di hadapan ALLAH di Hari Qiamat nanti seolah-olah lebih ringan bagi kita berbanding kehinaan di hadapan orang lain. Mungkin saja kita sudah menyembunyikan kejelekan dari orang lain, sementara pada saat yang sama – kamu tidak merasa ALLAH sedang memerhati kejelekan-kejelekan kita. Cemuhan ALLAH kelak seakan lebih ringan bagi kita daripada cemuhan yang datangnya dari manusia. Manusia bagai lebih tinggi nilainya daripada ALLAH Azza wa Jalla. Maha Luhur ALLAH dari ketidatahuan kita ini.
Sungguh kita jauh sekali dengan para salafussoleh apatah lagi dengan para sahabat Nabi. Demi ALLAH, mereka lebih zuhud pada sesuatu yang halal daripada sikap kita pada sesuatu yang haram. Mereka selalu menganggap berbahaya sesuatu yang merosak amal, yang pada kita langsung tidak berbahaya sama sekali. Mereka sangat takut pada kesalahan kecil melebihi rasa takut kita pada dosa besar dan kemaksiatan.
Harta yang paling halal dan paling baik milik kita hampir saja setara dengan harta yang syubhat bagi mereka. Ketakutan pada kejelekan kita daripada diketahui umum hampir sama dengan kegentaran mereka bila amalan kebaikan yang mereka lakukan tidak diterima. Puasa kita hampir sama dengan tidak puasanya mereka. Kesungguhan kita dalam beribadah hampir sama dengan waktu senggang dan tidur mereka. Seluruh kebaikan kita hampir sama dengan satu kebaikan mereka.
Subhanallah!!! Berapa beza jarak antara antara dua kelompok itu; satu kelompok bersama para sahabat terbaik dalam keluhurannya di sisi ALLAH dan sekelompok lagi bersama orang yang berada di kerak neraka atau hanya menunggu ALLAH mengampuni dengan anugerah-Nya.