CINTA BUATMU SANG LELAKI....mustafa!


Wajahku pucat. Langkah kaki para pemuda pemburu tidak lagi terdengar samar. Tak terasa tubuhku bergetar hebat, betapa tidak, dari celah gua ia mampu melihat para pemburu itu berada di atas kepalanya. Setengah berbisik aku berkata pada Kekasihku; Cintaku….

“Wahai Kekasih, jika mereka meninjau ke sini,
Sungguhnya pasti mereka melihat kita berdua”.

Dia memandang Aku penuh makna. Ditepuknya belakangku ini perlahan sambil berujar,

“Janganlah engkau kira, kita hanya berdua.
Sesungguhnya kita bertiga…”

Sejenak ketenangan menyapa diriku. Sama sekali tidak Aku khuatirkan keselamatan diriku. Kematian bagiku bukan apa-apa, Aku hanya lelaki biasa. Sedang, untuk lelaki tampan yang kini dekat di sampingku, keselamatan di atas mati dan hidupnya.

Bagaimana semesta jadinya tanpa penerang.
Bagaimana buana jika harus kehilangan purnama.
Bagaimana dunia tanpa kunci kasih sayang…

Sungguh, Aku tak gentar dengan tajam mata pedang para pemuda pemburu , yang akan merobek lambung serta menumpahkan darahku.

Sungguh, Aku tidak khuatir runcing anak panah yang akan menghunjam setiap jengkal tubuhku ini. Aku hanya takut, Kekasihku, ya Cintaku.. mereka membunuh Nyawa Cintaku….

Berdua Kami berhadapan, dan Kami sepakat untuk bergantian berjaga. Dan keakraban mempersona itu bukan sebuah kebohongan. Aku memandang wajah syahdu di depanku dalam hening. Setiap guratan di wajah indah itu Aku perhatikan saksama. Aduhai betapa Aku mencintai lelaki ini. Kelelahan yang mendera setelah berperjalanan jauh, seketika seperti ditelan kegelapan gua. Wajah di depanku meleburkan penat yang Aku rasa. Hanya ada satu nama yang berdebur dalam dadaku. Cinta.

Sejeda kemudian, Dia melabuhkan kepalanya di pangkuanku. Dan seperti anak kecil, Aku berenang dalam samudera kegembiraan yang sempurna. Tak ada yang dapat mempesonakannya selama hidup kecuali saat kepala Kekasihku, Cintaku berbantalkan kedua peha ini.

Mata Dia terpejam. Dengan hati-hati, seperti seorang ibu, telapak Tanganku , mengusap peluh di kening Dia. Masih dalam senyap, Aku terus terpesona dengan sosok cinta yang tengah beristirehat diam di pangkuanku. Sebuah rasa mengalun dalam hati ini…

“ betapa ingin Aku menikmati ini selamanya…”.

Nafas harum itu terhembus satu-satu, menyapa wajahku yang sangat dekat. Aku tersenyum, sepenuh kalbu Aku menatapnya lagi. Tak jenuh, tak bosan. Dan seketika wajahku muram. Aku teringat perlakuan orang-orang yang memburu Purnama Jagat – Pelita Hatiku seperti memburu haiwan buruan.

Bagaimana mungkin mereka begitu keji mengganggu Dia , yang begitu santun kasihnya….

“Selama hayat berada dalam raga,
aku akan selalu berada di sampingmu,
untuk membelamu dan tak akan
membiarkan sesiapapun menganggumu”.

Sunyi tetap terasa. Gua itu begitu dingin dan remang-remang. Abu Aku menyandarkan tubuh di dinding gua. Kekasihku , masih saja mengalun dalam istirehatnya. Dan tiba-tiba saja, seekor ular mendesis-desis perlahan mendatangi kakiku yang terlentang. Aku menatapnya waspada, ingin sekali Aku menarik kedua kakiku untuk menjauh dari haiwan berbisa itu. Namun, keinginan itu Aku lenyapkannya dari benak, tak ingin ia mengganggu tidur nyaman Lelaki yang Cintai ini. Bagaimana mungkin, Aku tegar membangunkan kekasih itu. Aku meringis, ketika ular itu mematuk pergelangan kaki, kakiku tetap saja tak bergerak sedikitpun. Dan ular itu pergi setelah beberapa lama.

Dalam hening, sekujur tubuhku terasa panas. Bisa ular segera menjalar cepat. Aku menangis diam-diam. Rasa sakit itu tak dapat ditahan lagi. Tanpa sengaja, air mataku menitis mengenai pipi Kekasihku yang tengah berbaring. Aku menghentikan tangisan, kebimbanganku terbukti, Dia yang kucintai terjaga dan menatapku penuh rasa ingin tahu.

“Wahai teman, apakah engkau menangis kerana menyesal mengikuti perjalanan ini”, suara Dia memenuhi udara gua.

“Tentu saja tidak, redha dan ikhlas mengikutimu ke mana pun”
Aku pantas memintas meski masih dalam kesakitan.

“Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?”

“Seekor ular, baru saja mematukku, wahai sahabat,
dan bisanya menjalar begitu cepat”

Dia menatap diriku penuh kehairanan, tak seberapa lama bibir manisnya bergerak,

“Mengapa engkau tidak menghindarinya?”

“Aku khuatir membangunkan engkau dari lelap”
Jawabku sendu.

Sebenarnya saat itu Aku menyesal kerana tidak dapat menahan air mata hingga mengenai pipi Dia Kasihku dan membuatnya terjaga.

Saat itu air mata bukan lagi milik Aku saja. Malahan mata Musthafa berkabut dan bening air mata tergenang di pelupuknya. Betapa indah sebuah sulaman kasih ini…...

“Sungguh bahagia, aku memiliki dirimu ”.

Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Musthafa meraih pergelangan kakiku yang digigit ular. Dengan mengagungkan nama Allah pencipta semesta, Dia mengusap bekas gigitan itu. Maha suci Allah, seketika rasa sakit itu tak lagi ada. Aku segera menarik kaki kerana malu. Dia Cintaku masih memandangku penuh sayang.

“Bagaimana mungkin,
mereka tegar menyakiti manusia indah seperti mu.
Bagaimana mungkin?”
nyaring hatiku kemudian.

Gua itu kembali ditelan sepi. Kini giliran Aku yang beristirehat dan Dia berjaga. Dan, Aku menggeleng beberapa kali ketika Lelaki yang tercinta ini menawarkan pangkuannya. Tak akan rela, diriku membebani pangkuan penuh berkah itu…

Ketika Rasulullah berada di hadapan,
Ku pandangi pesonanya dari kaki hingga hujung kepala
Tahukah kalian apa yang terjelma?
Cinta!
(Abu Bakar Shiddiq r.a)



{ Gubahan Kreatif Dari Inspirasi Kisah Agung
Saiyidina Abu Bakar as-Siddiq Bersama Rasulullah Di Dalam Gua Tsur}

Seorang lelaki bertemu dengan seorang gadis di sebuah pesta, si gadis tampil luar biasa cantiknya, ramai lelaki yang mencuba mendekati si gadis.Lelaki itu pula tampil biasa saja dan tak ada yang begitu memperhatikan dia, tapi pada saat pesta selesai dia memberanikan diri mengajak si gadis untuk mencari minuman hangat.

Si gadis agak terkejut, tapi kerana kesopanan si lelaki itu, si gadis bersetuju menerima ajakannya. Mereka berdua akhirnya duduk di sebuah coffee shop, tapi si lelaki sangat gugup untuk berkata apa-apa dan si gadis mulai merasa tidak nyaman dan berkata, "Kita pulang saja?".

Namun tiba-tiba si lelaki meminta sesuatu pada waiter, "Boleh minta garam?" Semua orang yang mendengar memandang ke arah si lelaki, aneh sekali! Wajahnya berubah merah, tapi tetap saja dia memasukkan garam tersebut ke dalam kopinya dan meminumnya.

Si gadis dengan penasaran bertanya, "Awak boleh minum macam tu?” Si pria menjawab, "Ketika saya kecil, saya tinggal di daerah pantai dekat laut, saya suka bermain di laut, saya dapat merasakan rasanya laut, asin dan sedikit menggigit, sama seperti kopi asin ini. Dan setiap saya minum kopi asin, saya selalu ingat masa kanak-kanak saya, ingat kampung halaman, saya sangat rindu kampung halaman saya, saya rindu dan cemburu pada orang tua saya yang masih tinggal di sana."

Begitu berkata kalimat terakhir, mata si lelaki mulai berkaca-kaca, dan si gadis sangat tersentuh akan perasaan tulus dari ucapan lelaki di hadapannya itu. Si gadis berfikir bila seorang lelaki dapat bercerita dia rindu kampung halamannya, pasti lelaki itu mencintai rumahnya, peduli akan rumahnya dan mempunyai tanggung jawab terhadap rumahnya. Kemudian si gadis juga mulai berbicara, bercerita juga tentang kampung halamannya nun jauh di sana , masa kecilnya dan keluarganya. Suasana kaku langsung berubah menjadi sebuah perbincangan yang hangat juga akhirnya menjadi sebuah awal yang indah dalam cerita mereka berdua.

Mereka akhirnya membawa mereka berpacaran. Si gadis akhirnya menemukan seorang lelaki yang dapat memenuhi segala permintaannya, dia sangat perhatian, berhati baik, hangat, sangat perduli... betul-betul seseorang yang sangat baik tapi si gadis hampir saja kehilangan seorang lelaki seperti itu!

Kopi asin yang ada gunanya...

Kemudian cerita berlanjut seperti layaknya setiap cerita cinta yang indah, sang puteri menikah dengan sang pangeran dan mereka hidup bahagia selamanya, dan setiap saat sang puteri membuat kopi untuk sang pangeran, ia membubuhkan garam di dalamnya, kerana ia tahu itulah yang disukai oleh pangerannya.

Setelah 40 tahun, si lelaki meninggal dunia, dan meninggalkan sebuah surat yang berkata, "Sayangku yang tercinta, mohon maafkan saya, maafkan kalau seumur hidupku adalah dusta belaka. Hanya sebuah kebohongan yang aku katakan padamu ... tentang kopi asin."

Ingat sewaktu kita pertama kali jalan bersama? Saya sangat gugup waktu itu, sebenarnya saya ingin minta gula tapi malah berkata garam. Sulit sekali bagi saya untuk mengubahnya kerana kamu pasti akan tambah merasa tidak nyaman, jadi saya teruskan juga . Saya tak pernah terfikir hal itu ternyata menjadi awal komunikasi kita! Saya mencuba untuk berkata sejujurnya selama ini, tapi saya terlalu takut melakukannya, kerana saya telah berjanji untuk tidak membohongimu untuk suatu apa pun.

Sekarang saya sedang sakarat, saya tidak takut apa-apa lagi jadi saya katakana padamu yang sejujurnya, saya tidak suka kopi asin, betul-betul aneh dan rasanya tidak enak. Tapi saya selalu dapat kopi asin seumur hidupku sejak bertemu denganmu, dan saya tidak pernah sekalipun menyesal untuk segala sesuatu yang saya lakukan untukmu. Memilikimu adalah kebahagiaan terbesar dalam seluruh hidupku. Bila saya dapat hidup untuk kedua kalinya, saya tetap ingin bertemu kamu lagi dan memilikimu seumur hidupku, meskipun saya harus meminum kopi asin itu lagi.

Air mata si gadis betul-betul membuat surat itu menjadi basah. Kemudian hari, bila ada seseorang yang bertanya padanya, apa rasanya minum kopi pakai garam?

Si gadis pasti menjawab, "Rasanya manis."

Kadangkala Anda merasa Anda mengenal seseorang lebih baik dari orang lain,tapi hanya untuk menyedari bahawa pendapat Anda tentang seseorang itubukan seperti yang Anda gambarkan. Sama seperti kejadian kopi asin tadi. Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci kerana terkadang garam terasa lebih manis daripada gula.

WAKTU YANG MENGENAL CINTA.....


Al kisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda abstrak : ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan kerana ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai dan mencuba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta.

Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.

”Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta.

”Aduh! Maaf, Cinta!” kata Kekayaan. “Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini”.

Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.

“Kegembiraan! Tolong aku!”, teriak Cinta.

Namun kegembiraan terlalu gembira kerana ia menemukan perahu sehingga
ia tak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin
panik. Tak lama lalulah Kecantikan.

“Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!”, teriak Cinta

“Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini”, sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu
datanglah Kesedihan.

”Oh, Kesedihan. Bawalah aku bersamamu”, kata Cinta.

”Maaf Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja...” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air semakin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara.

”Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!”

Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya.

Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itu barulah Cinta sedar bahawa dia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu.

”Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu” kata orang itu.

”Tapi mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman
yang mengenalku pun enggan menolongku” tanya Cinta hairan.

”Sebab” kata orang itu ”Hanya Waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu...”

APA YANG LEBIH INDAH DARI CINTA PERTAMA....


Longlai...

Tubuhnya terkulai lemah dengan sisa butiran keringat yang masih tampak berkilauan di dahinya. Perjuangan hidup mati yang menggadaikan jiwa baru saja usai. Semburat pucat di wajah pun perlahan lenyap. Namun ia tersenyum, lalu bibirnya melafazkan hamdalah.

Tak lama, sosok mungil itu ada di dalam dekapan. Dipeluknya dengan segenap kehangatan kasih sayang, padahal dirinya sendiri masih tampak lelah. Terlihat matanya berbinar-binar senang seraya tak henti-hentinya menyapa buah hati tercinta. Titis air bening pun mengalir dari sudut mata, air mata bahagia.

Bagai melepas kerinduan yang teramat dalam, pipi yang masih kemerah-merahan itu dicium dengan lembut dan kepalanya dibelai dengan manja. Yang dirindukan pun sedikit menggeliat. Subhanallah, betapa indahnya ciptaan-Mu, ya Allah. Mata kecilnya memang belum bisa melihat dengan sempurna, namun nalurinya berkata, dirinya berada di tangan seseorang yang sangat mencintainya.

Elusan lembut dan sapaan yang sering terdengar saat masih di dalam rahim, kini dapat dirasakan. Aura cinta pun memancar dari kedalaman hati seorang ibunda, menyelimuti sang buah hati yang baru saja menyapa dunia dengan lengkingan tangisannya.

Indah, bahkan teramat indah...

Cinta ibunda memang cinta yang paling indah. Cinta itu selalu ada di sisi mereka, dan tiada pernah ragu untuk dilimpahkannya. Mereka-lah yang tak pernah kenal lelah menjaga dan membesarkan kita semua.

Bahkan ketika kita belum mengenal sepatah kata, ibunda jua yang
mengajarkan tentang makna kasih sayang dan cinta.

Adakah cinta yang dapat menyaingi cinta seorang ibunda?

Betapa dengan kasihnya, masa kehamilan dilewati dengan keikhlasan dan kesabaran. Perasaan mual, pening, ditambah dengan membawa beban di perutnya yang semakin hari semakin berat, hingga saat antara hidup dan mati ketika melahirkan, tak akan dapat tergantikan oleh cinta-cinta lain yang penuh kepalsuan.

Ibunda pun bagaikan pelabuhan cinta bagi anak-anaknya. Kerelaan mereka untuk sekadar disinggahi, lalu ditimbun dengan segala resah dan gundah, bahkan amarah, hanya dibalas dengan senyum kesabaran. Tak hairan, seorang ibunda sanggup memelihara sedemikian ramai anak yang dilahirkannya, namun belum tentu satu anakpun bersedia menjaga dirinya hingga beliau tutup usia.

Aaah...

Rasanya kita semua pernah mengalami jatuh cinta. Dan cinta pertama itu selalu teratur pada seseorang yang selalu ada di samping kita, tempat curahan suka dan duka. Ketika lapar, dengan tangannya ia menyuapkan makanan, diberikannya air susu dengan tulus saat kita haus, hingga diajarkannya berakhlak mulia bagaikan RasuluLlah SallaLlaahu Alayhi Wasallam, uswatun hasanah.

Ibunda memang bukan hanya madrasah pertama bagi anak-anaknya, tapi mereka-lah cinta pertama kita.

Dan apakah ada cinta yang paling indah daripada cinta pertama?


KATA PALING INDAH....


Kata yang paling indah di bibir umat manusia adalah kata ‘Ibu’, dan panggilan paling indah adalah ‘Ibuku’. Ini adalah kata penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati.

 

Salahlah bagi orang yang mengira bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama dan rayuan yang terus menerus. Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan abad.

 

Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang.

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

 

Seorang wanita telah dilengkapi oleh Tuhan dengan keindahan jiwa dan raga adalah suatu kebenaran, yang sekaligus nyata dan maya, yang hanya bisa kita fahami dengan cinta kasih, dan hanya bisa kita sentuh dengan kebajikan. 

 

Kesenangan adalah kesedihan yang terbuka bekasnya. Tawa dan airmata datang dari sumber yang sama. Semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan 

 

Orang yang berjiwa besar memiliki dua hati; satu hati menangis dan yang satu lagi bersabar.

SEKIRANYA ENGKAU MENGUSIRKU.....


Demi kemuliaan-Mu, o Tuhan, sekiranya Engkau mengusirku, 
maka aku akan tetap berdiri di depan gerbang-Mu, 
dan aku tidak akan berhenti untuk memohon kepada-Mu,
kerana ma'rifatku tentang kebaikan-Mu dan kemuliaan-Mu, 
serta lapangnya rahmat dari-Mu. 
kepada siapa lagi seorang hamba datang, kecuali kepada Tuannya ? 
kepada siapa lagi seorang hamba bersandar, kecuali kepada Empunyanya ?...
Tuhanku, seandainya Engkau mengikatku dengan belenggu, 
dan menahan pemberian-Mu kepadaku di antara para saksi, 
seandainya Engkau campakkan aibku di depan mata hamba-hamba-Mu, dan menyuruhku memasuki neraka, 
dan seandainya Engkau pisahkan aku dari orang-orang yang berbakti kepada-Mu, 
maka tak kan kuputuskan harapanku dari-Mu, dan tak kan kupalingkan angan-anganku tuk harapkan maaf dari-Mu... Cinta-Mu tak kan pernah lari dari hatiku.

SEMAKIN AKU BERLAGAK TAHU - APA ITU CINTA?


Semakin aku berlagak tahu apa itu cinta, maka aku semakin tahu bahawa sebenarnya aku tidak tahu apa-apa. Apa yang dulu kuanggap cinta, ternyata bukanlah cinta. Waktu akan menguji dan mengasah kekuatan cinta. Waktu… itulah yang aku takutkan. Cinta bisa memakai wujud berupa perpisahan. Cinta bisa memakai wujud berupa air mata. Dan semua wujud itu dikuasai dan terpenjara dalam waktu.

 

Cinta itu ibarat bintang. Hidup tanpa cinta bagaikan malam tak berbintang. Gelap gelita. Jalan ke sana salah, ke sini keliru. Cinta itu ibarat garam. Sayur tanpa garam rasanya akan hambar. Hidup tanpa cinta, akan membuat manusia menjadi gila. Gila harta, gila populariti, gila kehormatan, gila oleh gemerlap dunia yang menampilkan bayangan ’semu’ fatamorgana cinta.

 

Berbicara tentang cinta memang membuai setiap generasi. Tulisan-tulisan tentang cinta tidak akan pernah tutup usia selama bumi ini masih ada. Tetapi tetap saja, cinta tidak bisa diselami hanya dengan kata-kata, kerana cinta itu rentan terhadap erosi waktu. Tetapi ketika cinta disandarkan pada yang memerintah dan mengendalikan gerakan waktu itu, maka cinta itu akan kukuh, cinta yang sejati.

 

Cinta sejati harus berawal dari kepenuhan akan Cinta Sejati Sang Pencipta Waktu. Kerana tanpa itu, cinta akan terkungkung oleh batas ideologi, agama, ras, dan geografi. Cinta sejati tidak mengenal jarak ruang dan waktu.

 

Cinta tidak perlu kata-kata. Memandang cakerawala biru dalam sunyi, dua hati berbicara dalam kata yang tak terucapkan. Genggaman tangan dalam kebisuan menumbuhkan berjuta harapan. Uluran kasih yang tulus menggetarkan kehidupan. Cinta bukanlah sekadar janji. Cinta adalah memberikan yang terbaik demi yang dicintai.Memberi bukan kerana menerima, tetapi memberi kerana mencintai.

 

Cinta adalah kecocokan jiwa. Setidaknya itulah yang aku 
yakini saat ini. Cinta yang hanya bersandarkan pada eloknya fizik akan gagal diterjang waktu. Cinta yang bersandar pada ego dan hasrat sendiri akan berakhir tanpa ampun. Cinta datang bukan dari keakraban yang lama atau pendekatan yang tekun melainkan cinta adalah kecocokan jiwa, yang harus diuji dan berjalan selaras dengan kehendak Sang Pencipta Waktu.

 

ADUHAI INDAH NIAN......


Aduhai indah nian, ya Allah, mawar yang Engkau hadiahkan untukku. Ialah permata hatiku, yang menebar sejuk dan harum ke segala penjuru hati hamba. Merah mahkotanya adalah cinta kasih-Mu. Hijau segar kelopaknya adalah kekuatan-Mu untuk diri yang lemah ini. Untai tangkai berdurinya adalah ujian keimananku agar tak pernah sedetik pun berpaling, mencari pengganti Diri-Mu. Aromanya adalah terapi jiwaku yang ingin selalu bersandar pada-Mu, bergantung pada kuasa dan kehendak agung-Mu…

Mawar ini adalah bukti betapa sayang-Mu pada hamba; lebih luas dari alam semesta-Mu; lebih dalam dari samudera biru-Mu; lebih lembut dari sutera surga-Mu; lebih kokoh dari langit dan bumi-Mu. Betapa elok rupanya, membuat mata zahir dan batin hamba tak kuasa menahan haru. Air mata cinta mengalir, menyejukkan wajah dan hatiku, saat kunikmati keindahannya. Saat sendiri di tengah malam, saat terbina dalam ukhuwah, adalah saat-saat terindah…ketika sang mawar mekar bersemi…menebar harum yang terus mewangi…

Engkau telah tetapkan ya Allah. Mawarku juga untuk hamba-Mu, teman hidupku. Saat ini, hanya Engkau yang Maha Tahu rahasia itu. Kepada siapa kurangkaikan mawar terindah ini, agar terjalin dua kuntumnya di dua hati yang bersatu selamanya; agar sempurna jalan yang harus ditempuh dalam kemuliaan agama-Mu; agar tentramnya selalu bercahaya di sepanjang jalan menuju ridha-Mu.

Terkadang hati ini gundah dan tak sabar menunggu. Saat itulah sejatinya, Engkau menguji kesetiaanku pada-Mu. Saat itu pula, musuhku yang paling nyata menertawakan kelemahanku; saat tanpa sadar, kaki ini melangkah menjauh dari-Mu; saat tanpa sadar, hati ini berharap pada makhluk-Mu, bukan pada-Mu. Ampuni hamba, ya Allah. Sungguh, hamba tidak tahu, sedang Engkau Mengetahui segalanya. Engkau mengetahui yang terbaik untuk hamba-Mu.

Aku hanya bisa mengerahkan ikhtiar dan menghulurkan doa. Harap dan cemas berpadu, tunduk di bawah kebesaran-Mu. Rabbii, aku tak berharap kesempurnaan, tetapi hamba merindukan harmoni yang selalu menggubah nada-nada cinta-Mu, di dalam mahligai mawar yang terangkai indah. Rabbii, aku tak mau melayang dalam angan yang panjang. Kerananya, hamba memohon kekuatan dan ketegaran agar terjaga dalam kekhusyukan, membara dalam persiapan jiwa dan raga, menanti hari yang tak pernah dilupakan. Itulah hari, saat hamba mengucapkan dan Engkau pun menyaksikan : “Sekuntum mawar ini kurangkaikan untukmu, teman sejatiku…”