Saya berani menjamin Anda akan membatalkan niat mengambil makanan. Boleh jadi Anda pun langsung pulang ke rumah. Anda benar, hanya orang bodohlah yang mau menyantap makanan tersebut. Kita tak mau makan sembarangan. Kita sangat peduli pada kesihatan kita.
Anehnya, kita sering -- bahkan dengan sengaja -- memasukkan ''makanan-makanan beracun'' ke dalam fikiran kita. Kita tak sedar bahawa inilah sumber penderitaan kita. Salah satu makanan yang paling berbahaya tersebut bernama: ketidakmauan kita untuk memaafkan orang lain!
Ketidakmauan memaafkan adalah penyakit berbahaya yang memusnah kebahagiaan kita. Kita sering menyimpan amarah. Kita marah kerana dunia berjalan tak sesuai dengan kemauan kita. Kita marah kerana pasangan, anak, orang tua, atasan, bawahan, dan rakan kerja, tak melakukan apa yang kita inginkan. Lebih parah lagi, kita memendam kemarahan ini berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Memang banyak sekali kejadian yang memancing emosi kita. Pembawa motor yang memaki kita, kereta yang mmemotong menyalib dan hampir membuat kita celaka, orang yang mencuri ATM kita, ahli politikus yang hanya memperjuangkan perutnya sendiri, adik yang sering minta bantuan tapi tak pernah mengucapkan terima kasih, pembantu yang membohongi kita, maupun bos yang peliknya luar biasa. Kita mungkin berfikir bahawa orang-orang tak tahu diri ini sudah sepantasnya kita benci. Tapi kita lupa bahawa kebencian yang kita simpan hanyalah merugikan kita sendiri.
Sudah menjadi tabiat manusia, tatkala hatinya disakiti, dia akan merasa sakit hati dan boleh jadi berujung dengan kedendaman. Walaupun demikian, bukan bererti kita harus dendam setiap kali ada yang menyakiti. Malah sebaliknya, jika kita dizalimi, maka doakanlah orang-orang yang menzalimi itu agar bertaubat dan menjadi orang soleh. Mampukah kita melakukannya?
Penelitian menunjukkan ketidakrelaan memaafkan orang lain memiliki kesan hebat terhadap tubuh kita: menciptakan ketegangan, mempengaruhi peredaran darah dan sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak dan setiap organ dalam tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, dan perut, bimbang, kurang tenaga, cemas, tak bisa tidur, ketakutan, dan tak bahagia.
Baru-baru ini saya sempat berinteraksi dengan sekelompok mahasiswa yang mengeluhkan perasaan tertekan dan tak bahagia. Ternyata, kebanyakan dari mereka memendam berbagai kemarahan, baik kepada orang tua maupun orang-orang di sekitar mereka. Salah seorang mengaku telah 10 tahun memendam kebencian kepada wanita yang menjadi isteri kedua ayahnya. Si ayah yang dijuluki orang paling soleh di pejabatnya tanpa diduga mempunyai ''simpanan.'' Wanita ini kemudian dinikahinya, dan akhirnya meninggal kerana stroke
Kita harus terus berlatih untuk mengikis sifat dendam tersebut. Sebagai ilustrasi, kita bisa belajar dari para ahli karate yang berhasil menghancurkan batubata dengan tangannya. Pertama kali memukulnya, bata tersebut tidak langsung hancur. Tapi, dia tak patah semangat. Diulanginya terus usaha untuk menghancurkan bata tersebut. Akhirnya, pada pukulan kesekian, pada hari kesekian, bata tersebut berhasil dihancurkan. Memang, tangannya bengkak-bengkak, tetapi dia mendapatkan hasil yang diinginkan.
Begitu pula dengan hati. Jika hati dibiarkan sensitif, maka hati ini akan mudah sekali terluka. Akan tetapi, jika hati sering dilatih, maka hati kita akan semakin siap menghadapi pukulan dari berbagai arah. Jika kita telah disakiti seseorang, kita jangan melihat orang tersebut, tetapi lihatlah dia sebagai sarana ujian dan ladang amal kita terhadap Yang Maha Kuasa. Kita akan semakin sakit, tatkala melihat dan mengingat orangnya.
Untuk mencapai kebahagiaan, kita perlu mengubah cara pandang kita. Sumber kebahagiaan ada dalam diri kita sendiri, bukan di luar. Justeru jangan terlalu memusingkan perilaku orang lain. Sebaliknya, belajarlah memaafkan. Kunci memaafkan adalah memahami ketidaktahuan. Banyak orang yang melakukan kesalahan kerana ketidaktahuan. Kalaupun mereka sengaja melakukannya, itupun kerana mereka sebenarnya tak tahu. Mereka tak tahu bahawa kejahatan bukanlah untuk orang lain tetapi untuk mereka sendiri.
Orang yang suka memaki dan bersikap kasar sebenarnya tak menyedari bahawa mereka sedang menzalimi dirinya sendiri. Suatu ketika ia akan kena batunya. Inilah konsep logik dari hukum alam.
Mempraktikkan konsep memaafkan akan membuat hidup lebih ringan. Saya ingat, saat sedang duduk menunggu anak saudara saya sekolah pada minggu lalu, seorang ibu yang yang lalu membawa tas tangan yang cukup berat terkena ke kepala saya di dalam kereta, tanpa permisi apalagi minta maaf. Orang-orang yang melihat kejadian itu menggeleng-gelengkan kepala sambil mencela kegopohan dan kebiadapannya. Saya mencoba mempraktikkan konsep ini, dan langsung memaafkannya. Ibu itu kelihatannya sedang kalut. Tak mungkin ia sengaja membuat saya begitu saja.
Jika kita menjadi lebih baik, Tuhan tentu akan memuliakan kita. Jika Tuhan sudah memuliakan, maka kita tidak akan menjadi hina kerana hinaan orang lain. Untuk mencapai kebahagiaan, berikanlah maaf kepada orang lain. Hentikan kebiasaan menyalahkan orang lain. Ingatlah, kesempurnaan manusia justeru terletak pada ketidaksempurnaannya. Hanya Allah-lah yang Maha Suci dan Maha Sempurna. Saya menyukai apa yang dikemukakan Gerarld G Jampolsky dalam bukunya Forgiveness, The Greatest Healer of All. ''Rela memaafkan adalah jalan terpendek menuju Tuhan.'' Itulah kunci kemuliaan diri.